Saya dibesarkan dengan masakan bernama bothok. Bothok lamtoro alias petai china, tempe dan udang sungai yang dibuat nenek saya, alm. Mbah Wedhok, ketika dulu kami semua masih tinggal di Paron. Sebagaimana orang Jawa tulen lainnya, maka Mbah merupakan penggemar bothok kelas berat. Tidak heran beberapa kali dalam seminggu maka makanan ini akan hadir di dapurnya. Biasanya jika menu ini telah masuk ke dalam rencana, maka pagi-pagi Mbah sudah berangkat ke pasar. Pedagang ikan sungai seperti wadher, kuthuk, lele, tawes dan udang hanya ada di pagi hari. Saya masih ingat, para pedagang ini memiliki lapak di bagian belakang pasar, berdekatan dengan jajaran toilet umum.
Jika mood Mbah sedang bagus maka terkadang kami diajaknya serta. Tapi seringkali beliau berangkat sendiri, mungkin mengajak kami membuat Mbah harus mengeluarkan uang ekstra untuk membeli cenil dan bubur sumsum. Momen 'Mbah mengajak ke pasar' ini tentu saja selalu saya manfaatkan dengan suka cita dan kunjungan ke bagian lapak ikan, membuat suka cita itu semakin berlipat ganda. Ada kesenangan tersendiri melihat aneka ikan sungai segar yang baru saja ditangkap dan digeletakkan di lantai pasar. ^_^
Jika mood Mbah sedang bagus maka terkadang kami diajaknya serta. Tapi seringkali beliau berangkat sendiri, mungkin mengajak kami membuat Mbah harus mengeluarkan uang ekstra untuk membeli cenil dan bubur sumsum. Momen 'Mbah mengajak ke pasar' ini tentu saja selalu saya manfaatkan dengan suka cita dan kunjungan ke bagian lapak ikan, membuat suka cita itu semakin berlipat ganda. Ada kesenangan tersendiri melihat aneka ikan sungai segar yang baru saja ditangkap dan digeletakkan di lantai pasar. ^_^