Sapo selalu mengingatkan saya saat awal mulai bekerja. Lulus kuliah, enggan menceburkan diri di dunia kerja, saya sempat mengambil lagi D2 Bahasa Inggris di sebuah universitas swasta di Jogya. Entah apa yang saya pikirkan saat itu, tapi setiap kali membayangkan harus mulai bekerja, berada dalam situasi asing yang terasa tidak nyaman, membuat rasa percaya diri saya drop pada titik nol derajat. Karena itulah start bekerja saya terlambat beberapa tahun dari rekan sealmamater yang bersamaan menempuh wisuda sarjana. Kelar mengambil kelas Bahasa Inggris, alm. Bapak yang sepertinya mulai gerah dengan saya yang tak kunjung berminat mencari pekerjaan, memberikan ultimatum. "Lulus dari belajar Bahasa Inggris ini Bapak sudah nggak sanggup membiayai lagi Nduk, kamu harus mulai mencari pekerjaan dan menghidupi diri sendiri."
Saya pun kemudian pergi ke Jakarta, kota yang penuh dengan seribu mimpi, harapan dan sepertinya menjadi tujuan ribuan orang yang mencari pekerjaan seperti saya saat itu. Uang saku yang diberikan Bapak sangat pas-pasan, dan tanpa sepengetahuan beliau, Ibu saya menjual beberapa perhiasaan tak seberapa yang dimilikinya. "Nduk, ini buat bekal di Jakarta ya. Jangan boros, uangnya diawet-awet sampai dapat kerjaan," wajahnya tampak sedih dan mata saya berkaca-kaca kala mengucapkan terima kasih.
Saya pun kemudian pergi ke Jakarta, kota yang penuh dengan seribu mimpi, harapan dan sepertinya menjadi tujuan ribuan orang yang mencari pekerjaan seperti saya saat itu. Uang saku yang diberikan Bapak sangat pas-pasan, dan tanpa sepengetahuan beliau, Ibu saya menjual beberapa perhiasaan tak seberapa yang dimilikinya. "Nduk, ini buat bekal di Jakarta ya. Jangan boros, uangnya diawet-awet sampai dapat kerjaan," wajahnya tampak sedih dan mata saya berkaca-kaca kala mengucapkan terima kasih.