Hari Minggu kemarin, adik bungsu saya, Dimas, diwisuda. Acaranya diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC) dari pukul 7.30 pagi. Hari Sabtu, kami semua, kecuali kakak saya, Mbak Wulan, yang tinggal di Batam, berkumpul di rumah adik saya, Wiwin, di Mampang. Seperti biasa, di keluarga kami, setiap kali ada acara keluarga maka selalu identik dengan makanan. Jika keluarga lainnya mungkin melewatkan waktu berkumpul dengan jalan-jalan ke obyek wisata, menonton film bersama atau mungkin sekedar mengobrol saja, maka kami heboh dengan menu apa yang harus disiapkan? Akan makan dimana? Di rumah atau pergi ke restoran? Jenis masakan apa, Chinese food, Jawa, Manado, Padang, seafood dan barbecue, Timur Tengah, atau Western? Memutuskan hendak bersantap di satu resto saja menjadi hal yang seru dibahas.
"Eh kita mau makan dimana nih?" Tanya adik saya, Wiwin, yang biasanya menjadi sponsor utama sekaligus koordinator acara makan-makan. "Bikin soto ayam kampung saja," cetus Ibu saya yang memang jika ada acara apapun tak pernah jauh dari soto. Diantara keluarga lainnya, maka Ibu saya ini paling rewel jika berurusan dengan menu makanan. Berbeda dengan kami semua yang bisa menelan masakan apapun, maka beliau memiliki preferensi tersendiri yang terkadang sangat terbatas pilihannya. Tidak suka Chinese food atau makanan berbau Western, tapi menggemari masakan Padang yang biasanya kami eliminir dari daftar.