Pagi hari ini dimulai dengan hujan deras mengguyur Jakarta Selatan. Saat hujan seperti ini, seperti biasa, bajaj tak tampak moncongnya sama sekali. Jika pun ada yang lewat, telah diisi oleh penumpang. Padahal ketika hari tidak hujan, ketika saya memilih berjalan kaki ke stasiun MRT yang jaraknya tak jauh dari rumah, maka bajaj kosong seakan berlalu-lalang tanpa henti. Kini, saya harus menunggu hampir lima belas menit didepan pagar, dengan curahan hujan yang semakin menderas, dan kanopi garasi yang bocor disana-sini. Baju yang saya kenakan bahkan mulai terasa lembab. Jam telah menunjukkan pukul 8, dan yeah saya terlambat lagi tiba di kantor. Ajaib juga saya belum dipecat hingga detik ini.
Satu bajaj yang baru saja mengantarkan penumpang di ujung jalan akhirnya memutar haluan dan saya langsung mencegatnya. Jarak rumah dan stasiun MRT hanya 10 menit berjalan kaki, tapi ada saat-saat urgent seperti ini dimana bajaj membuat hidup lebih mudah. Lima belas ribu rupiah masuk ke kantung Pak Bajaj, sebenarnya untuk jarak sedekat itu sepuluh atau dua belas ribu sudah cukup, tapi saya biasanya selalu memberi lebih. Prinsip saya, hidup akan lebih nyaman jika mendapat senyuman dan ucapan terima kasih tulus dibandingkan bibir cemberut dan muka bete akibat memberi tarif terlalu pelit.