Masa PSBB masih berjalan hingga tanggal 22 Mei 2020, tapi hari Selasa ketika saya ke kantor kondisi jalanan tidak lagi seperti masa PSBB di awal dulu. Jalanan mulai ramai, mobil pribadi banyak beredar, dan jalan Prof. Dr. Satrio didepan kantor yang biasanya sunyi senyap kini mulai banyak yang berlalu lalang. Karyawan kantoran mulai tampak bermunculan terutama kala istirahat siang. Mal Ambasador disebelah kantor masih tutup hingga PSBB berakhir tetapi beberapa toko keperluan bahan pokok dan obat-obatan tetap beroperasi. Kalau melihat update kasus penderita corona di Indonesia, tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda slow, bahkan beberapa hari ini penambahan setiap harinya lumayan tinggi. Alih-alih kurva menjadi flat, kurva justru terus menanjak dan entah kapan akan menunjukkan titik stagnan dan akhirnya turun.
Tapi masyarakat tampaknya mulai bosan mendekam di rumah, atau mungkin lama kelamaan rasa takut terpapar virus sudah mulai berkurang dan menjadi tidak peduli, atau mungkin karena kasus penderita yang mencapai 16 ribu orang dianggap belum tinggi dibandingkan dengan kasus di negara lain yang berpenduduk banyak seperti kita, misal seperti US atau India. Kondisi orang semakin tidak peduli dan makin banyak yang diluar rumah saat masa PSBB ini justru lebih menyeramkan dibandingkan saat awal-awal virus mulai melanda. Karena mereka yang carrier (terkena virus tetapi tidak menunjukkan gejala) pastinya jauh lebih banyak, sementara aktifitas sehari-hari mulai kembali normal, at least itu yang saya lihat di Jakarta. Artinya potensi penularan dan virus menyebar akan semakin tinggi. Saya berharap tidak terjadi ledakan gelombang virus susulan yang lebih tinggi dari kasus sekarang. Semoga. Terus terang ngeri juga jika PSBB berakhir dan harus kembali kekantor setiap hari dengan kondisi virus tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Tapi masyarakat tampaknya mulai bosan mendekam di rumah, atau mungkin lama kelamaan rasa takut terpapar virus sudah mulai berkurang dan menjadi tidak peduli, atau mungkin karena kasus penderita yang mencapai 16 ribu orang dianggap belum tinggi dibandingkan dengan kasus di negara lain yang berpenduduk banyak seperti kita, misal seperti US atau India. Kondisi orang semakin tidak peduli dan makin banyak yang diluar rumah saat masa PSBB ini justru lebih menyeramkan dibandingkan saat awal-awal virus mulai melanda. Karena mereka yang carrier (terkena virus tetapi tidak menunjukkan gejala) pastinya jauh lebih banyak, sementara aktifitas sehari-hari mulai kembali normal, at least itu yang saya lihat di Jakarta. Artinya potensi penularan dan virus menyebar akan semakin tinggi. Saya berharap tidak terjadi ledakan gelombang virus susulan yang lebih tinggi dari kasus sekarang. Semoga. Terus terang ngeri juga jika PSBB berakhir dan harus kembali kekantor setiap hari dengan kondisi virus tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.