Composting, alias pengomposan. Proses super mudah yang telah dikenal nenek moyang kita sejak jaman kuda namun hingga kini masih susah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal jika setiap rumah tangga bersedia mengomposkan limbah organiknya setiap hari, maka berapa ton sampah organik akan berkurang timbunannya di tempat pembuangan sampah? Mbah saya jaman dulu, tidak tahu yang namanya pengomposan dan bagaimana proses mikrooganisme menguraikan bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah diserap oleh akar tanaman, tapi beliau tahu pasti jika kotoran ayam yang ditimbunnya setiap hari di sudut halaman lama-kelamaan akan menjadi pupuk yang mampu menyuburkan tanah.
Mbah memiliki banyak ayam kampung yang diternakkan free range, hanya malam hari saja ayam-ayam itu digiring pulang dan dikumpulkan di dapur. Yep, dapur kami menjadi satu dengan kandang ayam. Esok paginya, Mbah akan menebarkan abu dapur ke seantero permukaan lantai dapur yang terbuat dari tanah, menyapunya dan mengumpulkan kotoran ayam plus abu ini. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dan kompos kotoran ayam lama-lama menggunung. Jika sudah diperoleh berkarung-karung, Mbah akan membawa pupuk kandang ini ke desanya di Slambur, Ponorogo, dan menggunakannya untuk memupuk padi. Pupuk kandang kaya akan unsur Nitrogen (N) yang memang diperlukan padi terutama saat masuk fase pertumbuhan dan menumbuhkan anakan. Mbah tidak tahu apa itu unsur N, tapi Mbah tahu pasti pupuk kandang yang sudah didiamkan lama ini bagus untuk tanaman padinya.