Saya bukan pecinta hewan, kecuali ikan hias yang dulu pernah dipelihara di akuarium. Ikan mas koki mulai dari seukuran ibu jari menggendut hingga sebesar telur ayam. Sayangnya enam ekor ikan mas tersebut tewas ketika ditinggal pulang kampung, gara-gara mesin aeratornya mati. Tapi saya bercita-cita suatu hari nanti, ketika memiliki rumah dengan pekarangan yang cukup besar, akan memelihara ayam. Membayangkan memproduksi dan menyantap telur ayam kampung sendiri terasa amazing. Urusan memelihara hewan ternak sebenarnya bukan ide baru, dulu ketika tinggal di Paron, nenek saya selalu memiliki beberapa ekor ayam kampung untuk dipelihara. Ayam-ayam tersebut tidak memiliki kandang dan tidak juga terperangkap didalam halaman. Istilah sekarang mereka hidup free range. Makan makanan organik, bebas hormon dan segala macam antibiotik yang saat ini disuntikkan ke ayam ternak.
Satu hari, nenek saya berbaik hati memberikan kami dua ekor anak ayam, saya lupa nama-nama mereka. Memiliki hewan peliharaan kesayangan memang memunculkan rasa haru-biru didada, terutama jika makhluk tersebut tak muncul kala sore hari menjelang. Karena free range, si ayam bisa berkelana kemana pun dia hendak pergi. Satu sore ketika hujan deras menghantam Paron, dan air selokan disamping rumah meluap ke jalanan, dua ayam tersebut tak kembali pulang. Saya dan adik saya, Wiwin, berbasah kuyup didalam derasnya hujan mencari mereka, berteriak-teriak dikeremangan senja namun hingga malam menjelang tak jua ditemukan. Saya patah hati, begitu sedihnya kenangan tersebut hingga kini masih kuat terekam dalam ingatan.
Satu hari, nenek saya berbaik hati memberikan kami dua ekor anak ayam, saya lupa nama-nama mereka. Memiliki hewan peliharaan kesayangan memang memunculkan rasa haru-biru didada, terutama jika makhluk tersebut tak muncul kala sore hari menjelang. Karena free range, si ayam bisa berkelana kemana pun dia hendak pergi. Satu sore ketika hujan deras menghantam Paron, dan air selokan disamping rumah meluap ke jalanan, dua ayam tersebut tak kembali pulang. Saya dan adik saya, Wiwin, berbasah kuyup didalam derasnya hujan mencari mereka, berteriak-teriak dikeremangan senja namun hingga malam menjelang tak jua ditemukan. Saya patah hati, begitu sedihnya kenangan tersebut hingga kini masih kuat terekam dalam ingatan.