Godaan terbesar ketika bulan puasa, jika anda tinggal di Jakarta adalah banyaknya penjual takjil dimana-mana saat menjelang berbuka. Hampir setiap sudut jalan diseputaran kantor dan rumah penduduk sejak pukul empat sore bermunculan lapak-lapak penjual gorengan, kolak, kue-kue yang dijajakan diatas meja-meja kecil. Para pedagang ini berjajaran ditepian jalan dan setiap kali pulang kantor saya pasti melewatinya. Jika dihari biasa gorengan adalah makanan yang saya hindari maka di bulan puasa justru dicari, seakan buka puasa tak lengkap jika tidak dimulai dengan dua atau tiga potong tahu isi dengan cabai rawit segambreng. Saya tahu ini habit yang sama sekali tidak sehat, tapi salahkan para pedagang gorengan yang memajang makanan menggiurkan itu, serta tentu saja iman saya yang setipis kertas.
Selain aneka gorengan maka bihun goreng juga menjadi menu yang saya incar. Daripada bercapek dan beribet ria mempersiapkan sewajan bihun goreng di dapur, lebih baik mengeluarkan uang lima ribu rupiah untuk seporsi bihun goeng lekker plus guyuran sambal kacang nan pedas. Sungguh, walau bihun goreng adalah masakan super mudah namun pernak-pernik bahannya yang beraneka ragam sering membuat cita-cita hendak membuatnya sendiri selalu kandas di tengah jalan.
Selain aneka gorengan maka bihun goreng juga menjadi menu yang saya incar. Daripada bercapek dan beribet ria mempersiapkan sewajan bihun goreng di dapur, lebih baik mengeluarkan uang lima ribu rupiah untuk seporsi bihun goeng lekker plus guyuran sambal kacang nan pedas. Sungguh, walau bihun goreng adalah masakan super mudah namun pernak-pernik bahannya yang beraneka ragam sering membuat cita-cita hendak membuatnya sendiri selalu kandas di tengah jalan.